Senin, 05 Juni 2017

Resume bab Ulumul Qur'an semester 2

Nama : Ahmad Syariful Hidayat
NIM : 1604026021
Kelas : IAT-C 2016
Resume Materi Ulumul Qur’an Semester 2
1.      Pengertian, dan sejarah pertumbuhan perkembangan Ulumul Qur’an.
Ulum al-Qur’an adalah sejumlah ilmu pengetahuan yang secara khusus membahas tentang al-Qur’an dari berbagai aspeknya.
Pada masa Rasulullah SAW, hingga masa khalifahan Abu Bakar ash-Shiddiq r.a (12H - 13H)  dan Umar bin al-Khattab r.a (13H – 23H), ilmu al-Qur’an masih diriwayatkan secara lisan. Pada masa Ustman bin Affan r.a beliau menuturkan untuk berpegang teguh pada mushaf ustmani dan memerintahkan untuk membakar mushaf-mushaf lain. Pada masa Ali bin Abi Thalib r.a, (35H – 40H) telah diperintahkan Abu al-Aswad al-Duali untuk meletakkan kaedah-kaedah bahasa Arab, usaha yang dilakukan Ali r.a tersebut, dipandang sebagai peletakkan dasar ilmu i’rab al-Qur’an.Perkembangan ulum alQur’anpada abad pertama sampai abad ke empat, para tokohnya membahas cabang-cabang ulum al-Qur’an, secara terpisah-pisah. Selanjutnya, padaabad ke-5 muncul Ali bin Ibrahim bin Sa’id al-Hufiy yang menghimpun bagian-bagian dari ulum al-Qur’andalam karyanya al-burhanfilulumilqur’an didalamnya membahas al-Qur’an menurut urutan-urutan surat dalam mushaf.
Pada abad ke-6, Ibn al-Jauziy menyusun kitab Funun al-Afnan fi Ulum al-Qur’an dan kitab al-Mujtaba fi UlumTata’allaq bi al-Qur’an. Pada abad ke-7, Alamuddin al-Sakhwawiy dengan kitabnya Jammal al-Qurra’ wa Kamal al-Iqra’ kemudian Abu Syamah dengan kitab al-Mursyid al-Wajid fi ma Yata’allaq bi al-Qur’an al-Aziz. Pada abad ke-8, al-Zarkasyi menyusun kitab al-Burhan fi Ulum al-Qur’an. Pada abad ke-9, Jalal al-Din al-Bulqiny menyusun kitab Mawaqi’ al-Ulum fi Mawaqi’ al-Nujum. Sehingga tidak terlihat penulis-penulis seperti al-Sayutiy karena adanya taqlid di kalangan umat Islam, yang dalam sejarahnya berlangsung setelah masa al-Sayutiy awal abad ke-10 sampai ke-13.
Pada abad ke-13 H  sampai saat ini, perhatian ulama’ terhadap ulum al-Qur’anbangkit kembali. Pada masa ini pembahasan dan pengkajian al-Qur’an tidak hanya terbatas pada cabang-cabang ulum al-Qur’anmelainkan perkembangan, misalnya penerjemahan al-Qur’an kedalam bahasa asing.
Penghujung abad ke 14 H, para Ulama’ al-Qur’an dalam menyusun kitab-kitab tentang ilmu al-Qur’an dari berbagai segi bangkit kembali setelah tertidur beberapa waktu lamanya.
2.      Cabang-cabang Ulumul Qur’an.
a.       Asbabunnuzul bahasa sebab-sebab turunnya al-Qur’an, sedangkan secara istilah  peristiwa yang terjadi bersamaan dengan turunnya al-Qur’an.
b.      Qiraat bahasa bacaan, sedangkan secara istilah salah satu madzhab pengucapan al-qur’an yang di pilih oleh salah satu imam qurro’ sebagai salah satu madzhab yang berbeda dengan madzhab lainnya.
c.       Muhkam Mutasyabihat bahasa muhkam itu sesuatu yang dikokohkan, mutasyabihat itu salah satu dari dua hal yang serupa dengan yang lain.
d.      Nasikh dan Mansukh bahasa Nasikh itu menghilangkan, Mansukh itu ilmu yang di hapus.
e.       Amsalul Qur’an adalah menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hal hukumnya dan mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang indrawi dari dua mahsus.
-Macam amsalul Qur’an : Amsal Musarokah, Amsal Marsalah.
3.      Asbabun Nuzul.
Menurut bahasa yaitu sebab turun-turunnya al-Qur’an, menurut istilah yaitu suatu peristiwa yang menyebabkan turunnya ayat-ayat al-Qur’an, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Cara mengetahuinya yaitu 1. Pedoman mengetahui Asbabun Nuzul 2. Kaidah-kaidah berlaku Asbabun Nuzul 3. Bersumber dari sahabat yang menyaksikan.
Fungsi dan Manfaat Mengetahui Asbabun Nuzul : 1. Mengetahui hikmah dan rahasia di undangkannya suatu hukum dan perhatian syara’ terhadapkepentingan umum, 2. Mengetahui Asbabun Nuzul dapat membantu memberikan kejelasan terhadap beberapa ayat. 3. Pengetahuan Asbabun Nuzul dapat mengkhususkan hukum terbatas pada suatu sebab.
4.      Awwal wa Akhir Nuzul.
Ayat secara bahasa tanda, pengajaran. Istilah menurut manna’ al-qathan itu suatu jumlah yang terdiri dari beberapa kalam Allah swt yang terhimpun atau bernaung dalam suatu surat dari al-Qur’an.
Ayat-ayat al-Qur’an yang pertama kali turun yaitu surat al-Alaq 1-5, dikatakan pula adalah ayat “Yaaa ayyuhal mutdasir, pendapat lain itu surat al-Fatihah, pendapat lain yaitu kata “bismillahirrohmanirrohim.
Ayat-ayat al-Qur’an yang terakhir kali turun yaitu ayat yang mengenai riba’, pendapat lain itu surat al-Baqarah : 281, pendapat lain surat al-baqarah : 282, pendapat lain itu surah An-nisa : 176, pendapat lain itu surah At-Taubah : 128, pendapat lain itu surah Al-Maidah, pendapat lain itu surah Ali-Imron : 195, pendapat lain itu surah An-Nisa : 93.
Ayat-ayat yang diturunkan secara tematik yaitu 1. Yang pertama turun mengenai yang diturunkan di mekkah yaitu satu ayat dalam surah al-An’am : 145, 2. Yang pertama kali diturunkan dalam masalah minuman yaitu mengenai khamr dalam surah al-Baqarah :219, 3. Yang pertama kali diturunkan mengenai perah dalam surah al-Hajj : 39.
5.      Fawatih al-suwar.
Bahasa yaitu pembuka-pembuka, permulaan-permulaan surah, istilah pembukaan surah karena posisinya di awal surah dalam al-Qur’an. Dan termasuk ayat mutasyabihat karena Allah swt yang mengetahui artinya.
Bentuk-bentuk fawatih al-suwar :
1.      Yang terdiri satu huruf untuk jenis yang pertama ini dapat di jumpai di tiga tempat yaitu : Qs. Shad/38:1, Qs. Qaf/50:1.
2.      Yang terdiri dari dua huruf yaitu ada sepuluh tempat yaitu: Qs.Al-Mukminin, Qs. Fushshailat, Qs.Al-Syuro’, Qs. Al-Zukhruf, Qs. Ad-Dzuha’, Qs. Al-Jasiyah, Qs. Al-Ahqaf, Qs. Thaha dll.
3.      Yang terdiri dari tiga huruf yaitu tiga belas tempat yaitu: Qs.Al-baqarah, Qs. Ibrahim, Qs.Al-Sajdah dll.
4.      Yang terdiri dari empat huruf yaitu dua tempat yaitu: Qs.Al-A’raf, Qs.Al-Ra’d.
5.      Yang terdiri dari lima huruf yaitu satu tempat yaitu: Qs. Maryam.
Sikap para Ulama’ terhadap Fawatih Al-Suwar:
1.      Penafsiran yang memandang huruf-huruf tersebut termasuk kedalam kategori ayat-ayat mutasyabihat yang maknanya hanya diketahui oleh Allah swt.
2.      Penafsiran yang memandang bahwa huruf-huruf itu sebagai singkatan-singkatan untuk kata ataukalimat tertentu.
3.      Penafsiran yang memandang huruf-huruf itu bukan merupakan singkatan, tetapi huruf-huruf yang mempunyai kemungkinan untuk di tafsirkan.
6.      Rasmul Al-Qur’an.
Rasmul Al-Qur’an atau yang lebih dikenal dengan  Ar-Rasm Al-‘Utsmani lil Mushaf (penulisan mushaf Utsmani) adalah : Suatu metode khusus dalam penulisan Al-Qur’an yang di yang di setujui oleh Utsman.
Istilah rasmul Qur’an diartikan sebagai pola penulisan al-Qur’an yang digunakan Ustman bin Affan dan sahabat-sahabatnya ketika menulis dan membukukan Al-Qur’an. Yaitu mushaf yang ditulis oleh panitia empat yang terdiri dari, Mus bin zubair, Said bin Al-Ash, dan Abdurrahman bin Al-harits. Mushaf Utsman ditulis dengan kaidah tertentu empuh oleh Zaid bin Tsabit bersama tiga orang Quraisy.  Para ulama juga meringkas kaidah itu menjadi enam istilah, yaitu :
a.       Al–Hadzf (membuang,menghilangkan,atau meniadakan huruf).
b.      Al – Jiyadah (penambahan).
c.       Al – Hamzah, Salah satu kaidahnya bahwa apabila hamzah ber-harakat sukun, ditulis dengan huruf ber-harakat yang sebelunya.
d.      Badal (penggantian).
e.       Washal dan fashl(penyambungan dan pemisahan)
f.        Kata yang dapat di baca dua bunyi. Suatu kata yang dapat disesuaikan dengan salah salah satu bunyinya. Di dalam mushaf ustmani,penulisan kata semacam itu ditulis dengan menghilangkan alif.
Pendapat Para Ulama Tentang Rasmul Qur’an.
        Sebagian para ulama berpendapat bahwa rasmul qur’an bersifat tauqifi, tapi sebagian besar para ulama berpendapat bahwa rasmul qur’an bukan tauqifi,tetapi merupakan kesepakatan cara penulisan yang disetujui ustman dan diterima umatnya,sehingga wajib wajib diikuti dan di taati siapa pun ketika menulis al-qur’an. Tidak boleh ada yang menyalahinya.
7.      Pengertian Tafsir, takwil, dan tarjamah.
a.       Terjemah
Terjemah secara bahasa digunakan untuk dua pengertian yaitu menyalin atau memindahkan suatu kalam atau lafadz dari suatu bahasa kebahasa lain. Maksudnya adalah menafsirkan dan menjelaskan suatu kalam atau lafadz ke dalam bahasa lain.
b.      Tafsir
Tafsir dalam pengertian bahasa bermakna al-Idhah wa at-tabyin yang berarti penjelasan dan keterangan. Makna inilah yang diberikan terhadap kalimat tafsir dalam surat Al-Furqon [25] ayat 33. Sedangkan imam az-Zarqoni mendefinisakn tafsir secara istilah yaitu;
علم يبحث فيه عن القران الكريم من حيث دلالته علي المراد الله تعالي بقدر الطاقة البشرية ( الزرقاني )
“Tafsir adalah ilmu yang membahas tentang keadaan- keadaan Al-Quran Al-Karim dari segi dalalahnya kepada yang dikehendaki oleh Allah Sesuai dengan kemampuan Manusia.”
Para ulama’ tafsir membagi tafsir, dengan i’tibar yang lain kepada dua bagian:Pertama, Tafsir Bil Ma’tsuratau disebut juga Tafsir Bir Riwayah atau Tafsir Bin Naql. Pengertian tafsir bil matsur sendiri Syaikh Ali ash-Shobuni mendefinisakannya sebagai penafsiran Al-Qur’an  yang didasarkan pada penjelasan Al-Qur’an  itu sendiri, atau penjelasan dari Rasulullah (hadis), atau penjelasan sahabat.
Hukum ke-hujjah-an tafsir bil ma’tsur jika didasarkan pada riwayat yang shahih maka tidak boleh ditolak. Namun, jika berdasarkan pada riwayat yang lemah harus ditolak. Diantara kitab-kitab tafsir bil ma’tsur adalah: Jami’ al-Bayan karya Imam at-Thabari, Tafsir Al-Qur’an  Al-Adzim karya Imam Ibnu Katsir, Fathul Qodir karya Imam as-Syaukani, dan masih banyak lagi kitab-kitab tafsir bil ma’tsur lainnya.
Kedua, Tafsir Bir Ra’yi atau disebut juga dengan Tafsir Bid Dirayah atau Tafisr Bil Ma’qul, yaitu penafsiran yang didasarkan pada pemikiran ijtihad para mufassir. Sedangkan hukum ke-hujjah-an tafsir bir ra’yi ulama mentafsilnya menjadi dua hukum, apabila sesuai dengan kaidah dan tidak menyimpang maka diterima. Namun, apabila tidak sesuai dengan kadiah dan berdasarkan hawa nafsu maka ditolak.
c.       Ta’wil
Dalam Al-Qur’an, ta’wil memiliki berbagai macam arti yang berbeda-beda. Menurut penelitian yang dilakuka oleh Muhammad Husain al-Dzahabi, ta’wil berarti al-tafsir wa al-ta’yin (penjelasan). Ta’wil merupakan pemahaman atau pemberian pengertian atas fakta-fakta yang tekstual dari sumber-sumber suci (Al-Qur’an) sedemikian rupa yang diperlihatkan bukan makna lahiriyahnya, tetapi lebih dalam yang dikandungnya.
Pengertian lain ta’wil ialah mentarjihkan salah satu makna tanpa meyakini bahwa itulah yang dimaksutkan (hanya dugaan) ta’wil menerangkan makna-makna yang diperoleh dengan jalan isyarat(mengganti makna kata). Contoh, “tangan allah diatas tangan manusia” makna tangan Allah disini di ta’wilkan sebuh “kekuasaan”.Objek dari pembahasan ta’wil sendiri hanya berkaitan dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang mutsyabihat saja.
8.      Qiraat Al-Qur’an.
Qira'ah secara bahasa adalah jamak dan masdar dari qira'ah yang artinya bacaan. Sedangkan menurut istilah ia adalah suatu madzhab aliran bacaan Al Qur'an yang dipilih oleh salah satu imam Qura' sebagai suatu madzhab yang berbeda dengan madzhab yang lainnya.
Adz Dzahabi menyerebutkan, sahabat yang terkenal dengan Ahli Qiraat ada tujuh:   Utsman, Ubai, Ali, Zaid bin tsabit, Abu Darda  ( dalam redaksi hadits yang lain bukan Abu darda, tetapi Abdullah bin mas'ud)dan Abu musa Al Asy'ari.
Ketujuh Qiraah yang masyhur Sedangkan ulama pada masa berikutnya  pada abad ketiga hijriyah yang terkenal dari qura’ sab'ah adalah:
1.    Abu 'Amr bin A'la ( Zabban bin"A'la bin Ammar al Mazani al Basri )
2.    Nafi' al Madani ( Abu Ruwaih Nafi' bin Abdurrahman
)
3.    'Asim al Kufi ( 'Asim bin Aun Najud )
4.    Hamzah Al Kufi ( Hamzah bin Habib bin Imarah Az Zayyat Al Fardli At Tamimi. Kunyahnya Abu Imarah).
5.    Al Kisa'i al Kufi ( 'Ali bin Hamzah kunyahnya Abu Hasan.
6.    Ibnu Amir asy Syami (Abdullah bin 'Amir Al Yahshabi).
7.    Ibnu Karsir ( Abdulah bin Kasir Al Maliki).
9.      Israilliyyaat
Israiliyyaat secara etimologis merupakan bentuk jamak dari kata Israiliyyah; nama yang di nisbatkan kepada kata Israil (bahasa Ibrani) yang artinya Abdullah (hamba Allah). Dalam pengertian lain Israiliyyat dinisbatkan kepada Nabi Yakub ibn Ishaq ibn Ibrahim. Terkadang Israiliyyat identik dengan yahudi, walaupun sebenarnya tidak demikian. Bani Israil menunjuk merujuk pada garis keturunan bangsa, sedangkan Yahudi merujuk kepada pola pikir, termasuk di dalamnya agama dan dogma.
Secara terminologis, Israiliyat pada mulanya merujuk pada sumber-sumber dari Yahudi, namun pada akhirnya, para ulama tafsir dan hadis menggunakan istilah tersebut dalam pengertian yang lebih luas lagi. Oleh karena itu ada ulama yang mendefinisikan israiliyyat yaitu sesuatu yang menunjukkan pada setiap hal yang berhubungan dengan tafsir maupun hadis berupa cerita atau dongeng-dongeng kuno yang dinisbatkan pada asal riwayatnya dari sumber Yahudi, Nasrani, atau lainnya.
Sebab-sebab Masuknya Kisah Israiliyat dalam Tafsir Alquran
Ketika ahlul kitab banyak masuk ke dalam Islam, mereka memabawa tsaqofah agama mereka berupa berita-berita, kisah-kisah agama. Mereka itu ketika mendengar kisah-kisah Alquran kadang-kadang mereka mengaitkannya dengan kisah yanga ada dalam kitab-kitab mereka sebelumnya. Para sahabat akhirnya berpegang dari apa yang mereka dengar dari mereka.
10.  Metode-metode Tafsir Al-Qur’an dan corak-coraknya.
1.      Metode Ijmali (global).
Metode ijmali ialah metode dalam menjelaskan ayat-ayat al-Quran secara ringkas tetapi mencakup, dengan bahasa yang populer, mudah dimengerti, dan enak dibaca. Sistematika penulisannya menuruti susunan ayat-ayat di dalam mushaf. Di samping itu, penyajiannya tidak terlalu jauh dari gaya bahasa al-Quran, sehingga pendengar dan pembacanya seakan-akan masih tetap mendengar al-Quran, padahal yang didengar adalah tafsirnya.
2.      Metode Tahlili (analitis)
Metode tahlili ialah metode dalam menjelaskan al-Quran dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu, serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut. Sistematika penulisannya menuruti susunan ayat-ayat dan surat-surat di dalam mushaf. Tafsir dengan metode tahlili tersebut menguraikan berbagai aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan, seperti pengertian kosa kata, konotasi kalimatnya, latar belakang turunnya ayat, keterkaitan dengan ayat lain (munasabah), dan pendapat-pendapat yang telah ada berkenaan dengan penafsiran ayat-ayat tersebut, baik yang disampaikan oleh Nabi, sahabat, tabi’in, maupun ahli tafsir lainnya
3.      Metode Muqarin (komparatif)
Metode muqarin ialah membandingkan teks (nash) ayat-ayat al-Quran yang memiliki kesamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, dan atau memiliki redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang sama. Istilah lain ialah membandingkan ayat-ayat al-Quran dengan Hadis yang pada lahirnya terlihat bertentangan, atau juga diartikan dengan membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan al-Quran
4.      Metode Maudhu’i
ialah membahas ayat-ayat al-Quran sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan, dihimpun, kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait dengannya seperti asbab al-nuzul, kosakata, dan lain sebagainya. Yaitu membahas ayat-ayat al-Qur'an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan.
Corak Tafsir
Corak penafsiran dalam literatur sejarah tafsir biasanya diistilahkan dalam bahasa Arab yaitu “al-laun” yang arti “dasarnya warna”. Corak penafsiran yang dimaksud di sini ialah nuansa khusus atau sifat khusus yang memberikan warna tersendiri pada tafsir.
Berbicara tentang karakteristik dan corak sebuah tafsir, di antara Para Ulama membuat pemetaan dan kategorisasi yang berbeda-beda. disini kami menjelaskan ada tujuh corak penafsiran yang relatif digunakan para Mufasir dalam menafsirkan Al-Qur`an, walaupun seiring perkembangan ilmu pengetahuan yang menyebabkan timbulnya corak-corak baru dalam ruang lingkup penafsiran al-Qur`an, diantara tujuh corak itu adalah:
1.    Tafsir Bercorak Sufi
Tafsir bercorak sufi ialah tafsir dengan kecenderungan mentakwilkan Al-Quran selain dari apa yang tersirat, dengan berdasarkan isyarat-isyarat yang nampak pada ahli ibadah.
2.    Tafsir Bercorak Fiqh
Tafsir bercorak fiqh ialah kecenderungan tafsir dengan metode fiqh sebagai basisnya, atau dengan kata lain, tafsir yang berada di bawah pengaruh ilmu fiqh, karena fiqih sudah menjadi minat dasar mufasirnya sebelum dia melakukan usaha penafsiran.26 Tafsir semacam ini seakan-akan melihat Al-Quran sebagai kitab suci yang berisi ketentuan perundang-undangan, atau menganggap Al-Quran sebagai kitab hukum
3.    Tafsir Bercorak Lughawi
Tafsir bercorak Lughawi adalah sebuah tafsir yang cendrung kebidang bahasa. Penafsirannya meliputi segi „I’rab, harakat, bacaan, pembentukan kata, susunan kalimat dan kesusastraannya. Tafsir semacam ini selain menjelaskan maksud-maksud ayat-ayat Al-Quran juga menjelaskan segi-segi kemukjizatannya.
4.    Tafsir Bercorak Adabi Ijtima’i (Sosial Masyarakat)
Tafsir ini adalah tafsir yang memiliki kecenderungan kepada persoalan sosial kemasyarakatan. Tafsir jenis ini lebih banyak mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan kebudayaan masyarakat yang sedang berlangsung.
5.    Tafsir Bercorak Falsafi
Tafsir bercorak falsafi ialah kecenderungan tafsir dengan menggunakan teori-teori filsafat, atau tafsir dengan dominasi filsafat sebagai pisau bedahnya. Tafsir semacam ini pada akhirnya tidak lebih dari deskripsi tentang teori-teori filsafat.

6.    Tafsir Bercorak ‘Ilmi
Tafsir bercorak „ilmi adalah kecenderungan menafsirkan Al-Quran dengan memfokuskan penafsiran pada kajian bidang ilmu pengetahuan, yakni untuk menjelaskan ayat-ayat yang berkaitan dengan Ilmu dalam Al-Quran.
7.    Tafsir Bercorak Teologi (Kalam)
Tafsir bercorak Teologi (Kalam) ialah tafsir dengan kecendrungan pemikiran Kalam, atau tafsir yang memiliki warna pemikiran kalam. Tafsir semacam ini merupakan salah satu bentuk penafsiran Al-Quran yang tidak hanya ditulis oleh simpatisan kelompok Teologis tertentu, tetapi lebih jauh lagi merupakan tafsir yang dimanfaatkan untuk membela sudut pandang Teologi tertentu.
11.  Syarat-syarat dan Adab-adab Mufassir.
Menurut pandangan Ulama’ syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang muffasir yaitu
·         Akidah yang benar.
·         Bersih dari hawa nafsu.
·         Menafsirkan Qur’an dengan Qur’an lebih dahulu.
·         Mencari penafsiran dari sunah.
·         Apabila tidak di dapatkan penafsiran dari sunah, hendaklah meninjau pendapat para sahabat karena lebih mengetahui tentang tafsir Al-Qur’an.
·         Apabila tidak ditemukan juga penafsiran dalam Al-Qur’an, sunah, maupun dalam pendapat sahabat maka sebagian besar Ulama’ memeriksa pendapat Tabi’in.
·         Pengetahuan bahasa Arab dalam segala cabangnya, karena Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa arab.
·         Pengetahuan tentang pokok-pokok ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an.
·         Pemahaman yang cermat sehingga mufassir dapat mengukuhkan sesuatu makna atas yang lain atau menyimpulkan makna yang sejalan dengan nas-nas syariat.
Adab-adab Mufassir.
Ø  Berniat baik dan bertujuan benar, sebab amal perbuatan itu bergantung pada niat.
Ø  Berakhlak mulia, karena mufassir bagai seorang pendidik.
Ø  Taat dan amal.
Ø  Jujur dan teliti dalam penulikan.
Ø  Tawadhu’ dan lemah lembut.
Ø  Berjiwa mulia.
Ø  Berani menyampaikan dalam kebenaran.
Ø  Berpenampilan simpatik yang menjadikan berwibawa dan terhormat.
Ø  Bersikap tenang dan mantab.
Ø  Mendahulukan orang yang lebih utama dari dirinya.
Ø  Siap dan metadalogis dalam membuat langkah-langkah penafsiran.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar