Nama : Ahmad
Syariful Hidayat
NIM : 1604026021
Kelas : IAT-C
2016
Resume Materi Ulumul Qur’an Semester 2
1. Pengertian, dan
sejarah pertumbuhan perkembangan Ulumul Qur’an.
Ulum al-Qur’an adalah
sejumlah ilmu pengetahuan yang secara khusus membahas tentang al-Qur’an dari
berbagai aspeknya.
Pada masa Rasulullah SAW, hingga masa khalifahan Abu Bakar
ash-Shiddiq r.a (12H - 13H) dan Umar bin
al-Khattab r.a (13H – 23H), ilmu al-Qur’an masih diriwayatkan secara lisan.
Pada masa Ustman bin Affan r.a beliau menuturkan untuk berpegang teguh pada
mushaf ustmani dan memerintahkan untuk membakar mushaf-mushaf lain. Pada masa
Ali bin Abi Thalib r.a, (35H – 40H) telah diperintahkan Abu al-Aswad al-Duali
untuk meletakkan kaedah-kaedah bahasa Arab, usaha yang dilakukan Ali r.a
tersebut, dipandang sebagai peletakkan dasar ilmu i’rab al-Qur’an.Perkembangan ulum
alQur’anpada abad pertama sampai abad ke empat, para tokohnya membahas
cabang-cabang ulum al-Qur’an, secara
terpisah-pisah. Selanjutnya, padaabad ke-5 muncul Ali bin Ibrahim bin Sa’id
al-Hufiy yang menghimpun bagian-bagian dari ulum
al-Qur’andalam karyanya al-burhanfilulumilqur’an
didalamnya membahas al-Qur’an menurut urutan-urutan surat dalam mushaf.
Pada abad ke-6, Ibn al-Jauziy menyusun kitab Funun al-Afnan fi Ulum al-Qur’an dan kitab al-Mujtaba fi UlumTata’allaq bi al-Qur’an. Pada abad ke-7,
Alamuddin al-Sakhwawiy dengan kitabnya Jammal
al-Qurra’ wa Kamal al-Iqra’ kemudian Abu Syamah dengan kitab al-Mursyid al-Wajid fi ma Yata’allaq bi
al-Qur’an al-Aziz. Pada abad ke-8, al-Zarkasyi menyusun kitab al-Burhan fi Ulum al-Qur’an. Pada abad
ke-9, Jalal al-Din al-Bulqiny menyusun kitab Mawaqi’ al-Ulum fi Mawaqi’ al-Nujum. Sehingga tidak terlihat
penulis-penulis seperti al-Sayutiy karena adanya taqlid di kalangan umat Islam,
yang dalam sejarahnya berlangsung setelah masa al-Sayutiy awal abad ke-10
sampai ke-13.
Pada abad ke-13 H sampai
saat ini, perhatian ulama’ terhadap ulum
al-Qur’anbangkit kembali. Pada masa ini pembahasan dan pengkajian al-Qur’an
tidak hanya terbatas pada cabang-cabang ulum
al-Qur’anmelainkan perkembangan, misalnya penerjemahan al-Qur’an kedalam
bahasa asing.
Penghujung abad ke 14 H, para Ulama’ al-Qur’an dalam menyusun
kitab-kitab tentang ilmu al-Qur’an dari berbagai segi bangkit kembali setelah
tertidur beberapa waktu lamanya.
2. Cabang-cabang Ulumul
Qur’an.
a. Asbabunnuzul
bahasa sebab-sebab turunnya al-Qur’an, sedangkan secara istilah peristiwa yang terjadi bersamaan dengan
turunnya al-Qur’an.
b. Qiraat
bahasa bacaan, sedangkan secara istilah salah satu madzhab pengucapan al-qur’an
yang di pilih oleh salah satu imam qurro’ sebagai salah satu madzhab yang
berbeda dengan madzhab lainnya.
c. Muhkam
Mutasyabihat bahasa muhkam itu sesuatu yang dikokohkan, mutasyabihat itu salah
satu dari dua hal yang serupa dengan yang lain.
d. Nasikh
dan Mansukh bahasa Nasikh itu menghilangkan, Mansukh itu ilmu yang di hapus.
e. Amsalul
Qur’an adalah menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hal hukumnya
dan mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang indrawi dari dua mahsus.
-Macam amsalul Qur’an : Amsal Musarokah,
Amsal Marsalah.
3. Asbabun Nuzul.
Menurut
bahasa yaitu sebab turun-turunnya al-Qur’an, menurut istilah yaitu suatu
peristiwa yang menyebabkan turunnya ayat-ayat al-Qur’an, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Cara
mengetahuinya yaitu 1. Pedoman mengetahui Asbabun Nuzul 2. Kaidah-kaidah
berlaku Asbabun Nuzul 3. Bersumber dari sahabat yang menyaksikan.
Fungsi
dan Manfaat Mengetahui Asbabun Nuzul : 1. Mengetahui hikmah dan rahasia di
undangkannya suatu hukum dan perhatian syara’ terhadapkepentingan umum, 2.
Mengetahui Asbabun Nuzul dapat membantu memberikan kejelasan terhadap beberapa
ayat. 3. Pengetahuan Asbabun Nuzul dapat mengkhususkan hukum terbatas pada
suatu sebab.
4. Awwal wa Akhir
Nuzul.
Ayat
secara bahasa tanda, pengajaran. Istilah menurut manna’ al-qathan itu suatu
jumlah yang terdiri dari beberapa kalam Allah swt yang terhimpun atau bernaung
dalam suatu surat dari al-Qur’an.
Ayat-ayat
al-Qur’an yang pertama kali turun yaitu surat al-Alaq 1-5, dikatakan pula
adalah ayat “Yaaa ayyuhal mutdasir, pendapat
lain itu surat al-Fatihah, pendapat lain yaitu kata “bismillahirrohmanirrohim.
Ayat-ayat
al-Qur’an yang terakhir kali turun yaitu ayat yang mengenai riba’, pendapat
lain itu surat al-Baqarah : 281, pendapat lain surat al-baqarah : 282, pendapat
lain itu surah An-nisa : 176, pendapat lain itu surah At-Taubah : 128, pendapat
lain itu surah Al-Maidah, pendapat lain itu surah Ali-Imron : 195, pendapat
lain itu surah An-Nisa : 93.
Ayat-ayat
yang diturunkan secara tematik yaitu 1. Yang pertama turun mengenai yang
diturunkan di mekkah yaitu satu ayat dalam surah al-An’am : 145, 2. Yang
pertama kali diturunkan dalam masalah minuman yaitu mengenai khamr dalam surah
al-Baqarah :219, 3. Yang pertama kali diturunkan mengenai perah dalam surah
al-Hajj : 39.
5. Fawatih al-suwar.
Bahasa
yaitu pembuka-pembuka, permulaan-permulaan surah, istilah pembukaan surah
karena posisinya di awal surah dalam al-Qur’an. Dan termasuk ayat mutasyabihat
karena Allah swt yang mengetahui artinya.
Bentuk-bentuk fawatih al-suwar :
1. Yang
terdiri satu huruf untuk jenis yang pertama ini dapat di jumpai di tiga tempat
yaitu : Qs. Shad/38:1, Qs. Qaf/50:1.
2. Yang
terdiri dari dua huruf yaitu ada sepuluh tempat yaitu: Qs.Al-Mukminin, Qs.
Fushshailat, Qs.Al-Syuro’, Qs. Al-Zukhruf, Qs. Ad-Dzuha’, Qs. Al-Jasiyah, Qs.
Al-Ahqaf, Qs. Thaha dll.
3. Yang
terdiri dari tiga huruf yaitu tiga belas tempat yaitu: Qs.Al-baqarah, Qs.
Ibrahim, Qs.Al-Sajdah dll.
4. Yang
terdiri dari empat huruf yaitu dua tempat yaitu: Qs.Al-A’raf, Qs.Al-Ra’d.
5. Yang
terdiri dari lima huruf yaitu satu tempat yaitu: Qs. Maryam.
Sikap para Ulama’ terhadap Fawatih Al-Suwar:
1. Penafsiran
yang memandang huruf-huruf tersebut termasuk kedalam kategori ayat-ayat
mutasyabihat yang maknanya hanya diketahui oleh Allah swt.
2. Penafsiran
yang memandang bahwa huruf-huruf itu sebagai singkatan-singkatan untuk kata
ataukalimat tertentu.
3. Penafsiran
yang memandang huruf-huruf itu bukan merupakan singkatan, tetapi huruf-huruf
yang mempunyai kemungkinan untuk di tafsirkan.
6. Rasmul Al-Qur’an.
Rasmul
Al-Qur’an atau yang lebih dikenal dengan Ar-Rasm Al-‘Utsmani lil Mushaf
(penulisan mushaf Utsmani) adalah : Suatu metode khusus dalam penulisan
Al-Qur’an yang di yang di setujui oleh Utsman.
Istilah rasmul Qur’an
diartikan sebagai pola penulisan al-Qur’an yang digunakan Ustman bin Affan dan
sahabat-sahabatnya ketika menulis dan membukukan Al-Qur’an. Yaitu mushaf yang
ditulis oleh panitia empat yang terdiri dari, Mus bin zubair, Said bin Al-Ash,
dan Abdurrahman bin Al-harits. Mushaf Utsman ditulis dengan kaidah tertentu
empuh oleh Zaid bin Tsabit bersama tiga orang Quraisy. Para ulama juga meringkas kaidah itu menjadi
enam istilah, yaitu :
a.
Al–Hadzf (membuang,menghilangkan,atau meniadakan huruf).
b.
Al – Jiyadah (penambahan).
c.
Al – Hamzah, Salah satu kaidahnya bahwa apabila hamzah ber-harakat sukun,
ditulis dengan huruf ber-harakat yang sebelunya.
d.
Badal (penggantian).
e.
Washal dan fashl(penyambungan dan pemisahan)
f.
Kata yang dapat di baca dua bunyi. Suatu kata
yang dapat disesuaikan dengan salah salah satu bunyinya. Di dalam mushaf
ustmani,penulisan kata semacam itu ditulis dengan menghilangkan alif.
Pendapat Para Ulama Tentang Rasmul Qur’an.
Sebagian
para ulama berpendapat bahwa rasmul qur’an bersifat tauqifi, tapi sebagian
besar para ulama berpendapat bahwa rasmul qur’an bukan tauqifi,tetapi merupakan
kesepakatan cara penulisan yang disetujui ustman dan diterima umatnya,sehingga
wajib wajib diikuti dan di taati siapa pun ketika menulis al-qur’an. Tidak
boleh ada yang menyalahinya.
7.
Pengertian Tafsir, takwil, dan
tarjamah.
a.
Terjemah
Terjemah secara bahasa digunakan untuk dua pengertian yaitu menyalin
atau memindahkan suatu kalam atau lafadz dari suatu bahasa kebahasa
lain. Maksudnya adalah menafsirkan dan menjelaskan suatu kalam atau lafadz ke dalam bahasa
lain.
b. Tafsir
Tafsir dalam pengertian bahasa bermakna al-Idhah wa at-tabyin yang
berarti penjelasan dan keterangan. Makna inilah yang diberikan terhadap kalimat tafsir
dalam surat Al-Furqon [25] ayat 33. Sedangkan imam az-Zarqoni mendefinisakn
tafsir secara istilah yaitu;
علم يبحث فيه عن القران
الكريم من حيث دلالته علي المراد الله تعالي بقدر الطاقة البشرية ( الزرقاني )
“Tafsir adalah ilmu yang membahas tentang keadaan- keadaan Al-Quran
Al-Karim dari segi dalalahnya kepada yang dikehendaki oleh Allah Sesuai dengan
kemampuan Manusia.”
Para ulama’ tafsir membagi tafsir, dengan i’tibar yang lain kepada dua
bagian:Pertama, Tafsir Bil Ma’tsuratau disebut juga Tafsir Bir Riwayah
atau Tafsir Bin Naql. Pengertian tafsir bil matsur sendiri Syaikh Ali
ash-Shobuni mendefinisakannya sebagai penafsiran Al-Qur’an yang didasarkan pada penjelasan
Al-Qur’an itu sendiri, atau penjelasan
dari Rasulullah (hadis), atau penjelasan sahabat.
Hukum ke-hujjah-an tafsir bil ma’tsur jika didasarkan pada riwayat yang
shahih maka tidak boleh ditolak. Namun, jika berdasarkan pada riwayat yang
lemah harus ditolak. Diantara kitab-kitab tafsir bil ma’tsur adalah: Jami’
al-Bayan karya Imam at-Thabari, Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim karya Imam Ibnu Katsir, Fathul
Qodir karya Imam as-Syaukani, dan masih banyak lagi kitab-kitab tafsir bil
ma’tsur lainnya.
Kedua, Tafsir Bir Ra’yi atau disebut juga dengan Tafsir Bid Dirayah atau Tafisr
Bil Ma’qul, yaitu penafsiran yang didasarkan pada pemikiran ijtihad para
mufassir. Sedangkan hukum ke-hujjah-an tafsir bir ra’yi ulama mentafsilnya
menjadi dua hukum, apabila sesuai dengan kaidah dan tidak menyimpang maka
diterima. Namun, apabila tidak sesuai dengan kadiah dan berdasarkan hawa nafsu
maka ditolak.
c.
Ta’wil
Dalam
Al-Qur’an, ta’wil
memiliki berbagai macam arti yang berbeda-beda. Menurut penelitian yang
dilakuka oleh Muhammad Husain al-Dzahabi, ta’wil
berarti al-tafsir wa al-ta’yin (penjelasan).
Ta’wil merupakan pemahaman atau pemberian pengertian atas fakta-fakta yang
tekstual dari sumber-sumber suci (Al-Qur’an) sedemikian rupa yang diperlihatkan
bukan makna lahiriyahnya, tetapi lebih dalam yang dikandungnya.
Pengertian
lain ta’wil ialah mentarjihkan salah satu makna tanpa meyakini bahwa itulah
yang dimaksutkan (hanya dugaan) ta’wil menerangkan makna-makna yang diperoleh
dengan jalan isyarat(mengganti makna kata). Contoh, “tangan allah diatas tangan
manusia” makna tangan Allah disini di ta’wilkan sebuh “kekuasaan”.Objek dari pembahasan ta’wil sendiri hanya berkaitan dengan
ayat-ayat Al-Qur’an yang mutsyabihat saja.
8.
Qiraat Al-Qur’an.
Qira'ah
secara bahasa adalah jamak dan masdar dari qira'ah yang artinya bacaan.
Sedangkan menurut istilah ia adalah suatu madzhab aliran bacaan Al Qur'an yang
dipilih oleh salah satu imam Qura' sebagai suatu madzhab yang berbeda dengan
madzhab yang lainnya.
Adz Dzahabi
menyerebutkan, sahabat yang terkenal dengan Ahli Qiraat ada tujuh:
Utsman, Ubai, Ali, Zaid bin tsabit, Abu Darda ( dalam redaksi hadits yang
lain bukan Abu darda, tetapi Abdullah bin mas'ud)dan Abu musa Al Asy'ari.
Ketujuh Qiraah yang masyhur Sedangkan
ulama pada masa berikutnya pada abad ketiga hijriyah yang terkenal dari
qura’ sab'ah adalah:
1.
Abu 'Amr bin A'la ( Zabban bin"A'la bin Ammar al Mazani al Basri )
2. Nafi' al Madani ( Abu Ruwaih Nafi' bin Abdurrahman )
3. 'Asim al Kufi ( 'Asim bin Aun Najud )
4. Hamzah Al Kufi ( Hamzah bin Habib bin Imarah Az Zayyat Al Fardli At Tamimi. Kunyahnya Abu Imarah).
2. Nafi' al Madani ( Abu Ruwaih Nafi' bin Abdurrahman )
3. 'Asim al Kufi ( 'Asim bin Aun Najud )
4. Hamzah Al Kufi ( Hamzah bin Habib bin Imarah Az Zayyat Al Fardli At Tamimi. Kunyahnya Abu Imarah).
5.
Al Kisa'i al Kufi ( 'Ali bin Hamzah kunyahnya Abu Hasan.
6. Ibnu Amir asy Syami (Abdullah bin
'Amir Al Yahshabi).
7. Ibnu Karsir ( Abdulah bin Kasir Al
Maliki).
9.
Israilliyyaat
Israiliyyaat secara etimologis merupakan bentuk jamak dari kata Israiliyyah;
nama yang di nisbatkan kepada kata Israil (bahasa Ibrani) yang artinya Abdullah
(hamba Allah). Dalam pengertian lain Israiliyyat
dinisbatkan kepada Nabi Ya‟kub ibn Ishaq ibn Ibrahim. Terkadang Israiliyyat identik
dengan yahudi, walaupun sebenarnya tidak demikian. Bani Israil menunjuk merujuk
pada garis keturunan bangsa, sedangkan Yahudi merujuk kepada pola pikir,
termasuk di dalamnya agama dan dogma.
Secara
terminologis, Israiliyat pada mulanya merujuk pada sumber-sumber dari
Yahudi, namun pada akhirnya, para ulama tafsir dan hadis menggunakan istilah
tersebut dalam pengertian yang lebih luas lagi. Oleh karena itu ada ulama yang
mendefinisikan israiliyyat yaitu sesuatu yang menunjukkan pada setiap
hal yang berhubungan dengan tafsir maupun hadis berupa cerita atau
dongeng-dongeng kuno yang dinisbatkan pada asal riwayatnya dari sumber Yahudi,
Nasrani, atau lainnya.
Sebab-sebab Masuknya Kisah Israiliyat dalam
Tafsir Alquran
Ketika ahlul kitab banyak
masuk ke dalam Islam, mereka memabawa tsaqofah agama mereka berupa
berita-berita, kisah-kisah agama. Mereka itu ketika mendengar kisah-kisah
Alquran kadang-kadang mereka mengaitkannya dengan kisah yanga ada dalam
kitab-kitab mereka sebelumnya. Para sahabat akhirnya berpegang dari apa yang
mereka dengar dari mereka.
10.
Metode-metode Tafsir Al-Qur’an
dan corak-coraknya.
1.
Metode
Ijmali (global).
Metode ijmali ialah metode dalam menjelaskan
ayat-ayat al-Qur‟an secara ringkas tetapi mencakup, dengan bahasa yang
populer, mudah dimengerti, dan enak dibaca. Sistematika penulisannya menuruti
susunan ayat-ayat di dalam mushaf. Di samping itu, penyajiannya tidak terlalu
jauh dari gaya bahasa al-Qur‟an, sehingga pendengar dan pembacanya seakan-akan masih
tetap mendengar al-Qur‟an, padahal yang didengar adalah tafsirnya.
2.
Metode
Tahlili (analitis)
Metode tahlili ialah metode dalam menjelaskan
al-Qur‟an
dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang
ditafsirkan itu, serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai
dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat
tersebut. Sistematika penulisannya menuruti susunan ayat-ayat dan surat-surat
di dalam mushaf. Tafsir dengan metode tahlili tersebut menguraikan
berbagai aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan, seperti
pengertian kosa kata, konotasi kalimatnya, latar belakang turunnya ayat,
keterkaitan dengan ayat lain (munasabah), dan pendapat-pendapat yang
telah ada berkenaan dengan penafsiran ayat-ayat tersebut, baik yang disampaikan
oleh Nabi, sahabat, tabi’in, maupun ahli tafsir lainnya
3.
Metode
Muqarin (komparatif)
Metode muqarin ialah membandingkan teks (nash)
ayat-ayat al-Qur‟an yang memiliki kesamaan atau kemiripan redaksi dalam
dua kasus atau lebih, dan atau memiliki redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang
sama. Istilah lain ialah membandingkan ayat-ayat al-Qur‟an
dengan Hadis yang pada lahirnya terlihat bertentangan, atau juga diartikan
dengan membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan al-Qur‟an
4.
Metode
Maudhu’i
ialah membahas ayat-ayat al-Qur‟an sesuai
dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan,
dihimpun, kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang
terkait dengannya seperti asbab al-nuzul, kosakata, dan lain sebagainya.
Yaitu membahas ayat-ayat al-Qur'an sesuai dengan tema atau judul yang telah
ditetapkan.
Corak Tafsir
Corak penafsiran dalam
literatur sejarah tafsir biasanya diistilahkan dalam bahasa Arab yaitu “al-laun”
yang arti “dasarnya warna”. Corak penafsiran yang dimaksud di sini ialah
nuansa khusus atau sifat khusus yang memberikan warna tersendiri pada tafsir.
Berbicara tentang
karakteristik dan corak sebuah tafsir, di antara Para Ulama membuat pemetaan
dan kategorisasi yang berbeda-beda. disini kami menjelaskan ada tujuh corak
penafsiran yang relatif digunakan para Mufasir dalam menafsirkan Al-Qur`an,
walaupun seiring perkembangan ilmu pengetahuan yang menyebabkan timbulnya
corak-corak baru dalam ruang lingkup penafsiran al-Qur`an, diantara tujuh corak
itu adalah:
1. Tafsir Bercorak Sufi
Tafsir bercorak sufi ialah tafsir dengan kecenderungan
mentakwilkan Al-Quran selain dari apa yang tersirat, dengan berdasarkan
isyarat-isyarat yang nampak pada ahli ibadah.
2.
Tafsir Bercorak Fiqh
Tafsir bercorak fiqh ialah kecenderungan tafsir dengan
metode fiqh sebagai basisnya, atau dengan kata lain, tafsir yang berada di
bawah pengaruh ilmu fiqh, karena fiqih sudah menjadi minat dasar mufasirnya
sebelum dia melakukan usaha penafsiran.26 Tafsir semacam ini seakan-akan
melihat Al-Quran sebagai kitab suci yang berisi ketentuan perundang-undangan,
atau menganggap Al-Quran sebagai kitab hukum
3.
Tafsir Bercorak Lughawi
Tafsir bercorak Lughawi adalah sebuah tafsir yang
cendrung kebidang bahasa. Penafsirannya meliputi segi „I’rab, harakat, bacaan,
pembentukan kata, susunan kalimat dan kesusastraannya. Tafsir semacam ini
selain menjelaskan maksud-maksud ayat-ayat Al-Quran juga menjelaskan segi-segi
kemukjizatannya.
4.
Tafsir Bercorak Adabi Ijtima’i (Sosial Masyarakat)
Tafsir ini adalah tafsir yang memiliki kecenderungan
kepada persoalan sosial kemasyarakatan. Tafsir jenis ini lebih banyak
mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan kebudayaan masyarakat
yang sedang berlangsung.
5.
Tafsir Bercorak Falsafi
Tafsir bercorak falsafi ialah kecenderungan tafsir
dengan menggunakan teori-teori filsafat, atau tafsir dengan dominasi filsafat
sebagai pisau bedahnya. Tafsir semacam ini pada akhirnya tidak lebih dari
deskripsi tentang teori-teori filsafat.
6.
Tafsir Bercorak ‘Ilmi
Tafsir bercorak „ilmi adalah kecenderungan menafsirkan
Al-Quran dengan memfokuskan penafsiran pada kajian bidang ilmu pengetahuan,
yakni untuk menjelaskan ayat-ayat yang berkaitan dengan Ilmu dalam Al-Quran.
7.
Tafsir Bercorak Teologi (Kalam)
Tafsir bercorak Teologi (Kalam) ialah tafsir dengan
kecendrungan pemikiran Kalam, atau tafsir yang memiliki warna pemikiran kalam.
Tafsir semacam ini merupakan salah satu bentuk penafsiran Al-Quran yang tidak
hanya ditulis oleh simpatisan kelompok Teologis tertentu, tetapi lebih jauh
lagi merupakan tafsir yang dimanfaatkan untuk membela sudut pandang Teologi
tertentu.
11.
Syarat-syarat dan Adab-adab
Mufassir.
Menurut pandangan Ulama’ syarat-syarat yang harus
dimiliki oleh seorang muffasir yaitu
·
Akidah yang benar.
·
Bersih dari hawa nafsu.
·
Menafsirkan Qur’an dengan Qur’an lebih dahulu.
·
Mencari penafsiran dari sunah.
·
Apabila tidak di dapatkan penafsiran dari sunah, hendaklah meninjau pendapat
para sahabat karena lebih mengetahui tentang tafsir Al-Qur’an.
·
Apabila tidak
ditemukan juga penafsiran dalam Al-Qur’an, sunah, maupun dalam pendapat sahabat
maka sebagian besar Ulama’ memeriksa pendapat Tabi’in.
·
Pengetahuan bahasa
Arab dalam segala cabangnya, karena Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa arab.
·
Pengetahuan
tentang pokok-pokok ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an.
·
Pemahaman yang
cermat sehingga mufassir dapat mengukuhkan sesuatu makna atas yang lain atau
menyimpulkan makna yang sejalan dengan nas-nas syariat.
Adab-adab
Mufassir.
Ø
Berniat baik dan
bertujuan benar, sebab amal perbuatan itu bergantung pada niat.
Ø
Berakhlak mulia,
karena mufassir bagai seorang pendidik.
Ø
Taat dan amal.
Ø
Jujur dan teliti
dalam penulikan.
Ø
Tawadhu’ dan lemah
lembut.
Ø
Berjiwa mulia.
Ø
Berani
menyampaikan dalam kebenaran.
Ø
Berpenampilan
simpatik yang menjadikan berwibawa dan terhormat.
Ø
Bersikap tenang
dan mantab.
Ø
Mendahulukan orang
yang lebih utama dari dirinya.
Ø
Siap dan
metadalogis dalam membuat langkah-langkah penafsiran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar