Senin, 05 Juni 2017

Makalah tentang keberagamaan kaum santri




Kata Pengantar
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala karunia yang tercurah berupa kesempatan dan kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Serta shalawat dan salam kami persembahkan kepada Rasul teladan Rasulullah SAW.
Kaum santri yaitu orang yang belajar di pondok pesantren. Disisi lain istilah santri itu diterapkannya pada kebudayaan orang-orang muslimin yang memegang peraturan agama dengan keras dan biasanya tinggal di kota ataupun perkampungan yang dekat masjid. Dalam dunia pemikiran kaum santri yaitu urgensi kebebasan berfikir dalam islam, ijtihad antara kebutuhan dan permasalahannya. Islam memberikan posisi yang sangat besar pada akal fikiran pikirannya, iman seorang akan semakin mantap. Untuk mencapai iman yang sah, seorang santri harus melakukan nadzar(merenung, berfikir, dan mengadakan penelitian). Dengan itu akan berdampak positif, baik bagi pengembangan agama dan ilmu pengetahuan maupun bagi pengembangan kemaslahatan ummat manusia, dan agama islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw akan benar-benar merupakan rahmat bagi alam semesta.
Pemikiran kaum santri dalam ijtihad itu mempunyai fungsi dan posisi yang sangat penting, yaitu untuk mengungkapkan hukum-hukum dan ketentuan mengenai sesuatu hal yang tidak secara jelas dan dikemukakan dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah.
Pemikiran kaum santri harus mengaktualisasikan nilai-nilai islam dengan tiga cara yaitu kontekstualisasi dan aktualisasi Al-Qur’an, perubahan sosial dan implikasinya terhadap nilai-nilai keagamaan dan kemasyarakatan dan islam dan kehidupan kebangsaan.
Penulisan makalah ini kami susun berdasarkan berbagai buku tentang Kaum Santri. Semoga penulisan ini bermanfaat dan akhirnya kepada Allah kami memohon taufik dan hidayah-Nya.



  Semarang 10 April 2017
            Penulis

Ahmad Syariful Hidayat

BAB 1
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Meskipun telah banyak yang memperhatikan golongan kaum santri di pulau Jawa masa kini, namun pentinglah orang mengenal asal-usul golongan kaum santri. Agar dapat mengerti timbulnya kaum santri sebaiknya diusahakan memeriksa struktur pengislaman di Jawa sehubungan dengan kebudayaan Jawa sebagai asal-usul lingkungan bagi golongan-golongan tersebut, dan dapat menimbulkan pengertian tentang jumlah santri yang makin bertambah sebagai golongan religius sosial di Jawa.
Telaah terhadap golongan santri memang penting, khususnya untuk orang yang hendak mengetahui dengan seksama perkembangan islam di Jawa. Sebagian orang jawa memeluk agama islam namun dapat beberapa ragam dalam pengalaman ajaran islam. Mereka mengaku orang islam, tetapi sekaligus dalam kategori umum, pengakuan semacam itu mereka sendiri dengan jelas orang muslim yang taat menjalankan syariat dengan sunguh-sunguh, sementara cara hidupnya lebih dipengaruhi oleh tradisi Jawa pra-Islam.
Pembahasan masalah ini menjadi lebih penting karena kaum santri sekarang masih menunjukkan pengaruhnya kepada bangsa indonesia, khususnya di Jawa. Pengaruh itu merasuk ke masyarakat Islam Jawa begitu dalam yang tercermin dalam banyak segi kehidupan komunitas jawa. Karena itu kaum santri telah menjadi unsur-unsur yang penting dalam proses perubahan sosial, politik dan kehidupan agama di indonesia.
Golongan kaum santri sebagai golongan sosio-religius, sosio-politik.Golongan kaum santri pun juga berjuang demi kemerdekaan Indonesia.
Golongan santri dapat ditinjau paling baik dalam jangkauan kebudayaan Jawa, sedangkan suku Jawa menempati bagian tengah dan timur pulau jawa, terutama di Jawa tengah bagian selatan, Surakarta, dan Yogyakarta, tempat pengarang sebagian besar masa hidupnya sebagai partisipasi dalam kehidupan agama dan kebudayaannya.
Timbulnya partai-partai politik di Indonesia, dengan pulau Jawa sebagai pusatnya, tidak terpisahkan dari perkembangan golongan santri.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian kaum santri dan gambaran umum tradisinya di pulau jawa?
2.      Bagaimana ciri-ciri kaum santri dalam kepercayaan dan amal agama?
3.      Bagaimana kaum santri dalam Era Globalisasi?
C.     TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk mengetahui pengertian kaum santri dan gambaran tradisinya.
2.      Untuk mengetahui cirinya kaum santri dalam kepercayaan dan amal agama.
3.      Untuk mengetahui peran santri dalam Era Globalisasi.
BAB 2
PEMBAHASAN
1.      Pengertian Kaum Santri dan Gambaran tradisinya.
Makna inti kata dari santri adalah pelajar sekolah islam, pelajar pondok pesantren, orang yang mendalami agama islam. Dengan kata itu bahwa di Jawa menekankan pentingnya kesalehan normatif (shalat lima waktu, puasa ramadhan, berhaji ke makah, dll). Dan mempelajari teks-teks keagamaan berbahasa arab. Secara umum, memang ada kemungkinan untuk membedakan antara santri yang menjalankan aspek-aspek ritual dan mistik Islam Jawa, dan para pembaharu yang memiliki kaitan yang erat dengan gerakan fundamentalisme dan modernis timur tengah atau asia  selatan. Orientasi keagamaan mereka masing-masing disebut sebagai kaum tuadan kaum muda.
Kebanyakan santri tradisional berkeyakinan bahwa unsur batindari kehidupan keagamaan lebih penting daripada bentuk lahir. Namun, kesalehan luar merupakan ekspresi iman batin dan cara memperkukuh spiritualitas.
Tokoh yang bernama Geertz menafsirkan dimensi-dimensi ritual dan mistik kesalehan santri tradisional sebagai produk dari sintetis islam dan sufisme dan kesalehan normatif di kalangan santri tradisional. Bahkan beliau memandang ulama’ Jawa tradisional kurang sepenuhnya muslim. Pandangannya tampak berasal dari zaman sebelum kemunculan modernism pada abad ke-20 yaitu pandangan yang menganggap bentuk lebih penting daripada isi islam, pandangan ini bahkan dianut oleh kebanyakan kalangan jawa  “ortodoks”. Islam adalah suatu lapisan simbol-simbol tipis yang melekat pada inti pekat makna animistik atau hindu-budha.
Santri tradisional, sebagaimana kalangan kaum Sufi Timur Tengah yang cenderung pada syari’at, berkeyakinan bahwa seluruh persyaratan kesalehan normative harus di penuhi dulu sebelum memasuki jalan mistik.Dan memandang sebagai bentuk awal menuju jalan mistik dan menyakini hal itu tidak bisa diabaikan oleh orang yang mencapai jalan mistik.
2.      Ciri-ciri kaum santri  dalam kepercayaan dan amal agama.
Agar dapat membentuk pengertian dasar tentang kepercayaan dan amal agama para santri, agaknya ada gunanya jika menempatkan agama-agama yang mempengaruhi orang jawa dalam urutan waktu secara kronologis.
Setelah zaman prasejarah serta kurun kepercayaan animis, hinduisme tiba di pulau jawa. Menurut kebanyakan dugaan, jawa dan pulau-pulau sekitarnya menganut agama hindu dimulai pada abad pertama Masehi, sebaliknya peradaban india baru mulai maju pada abad ke lima.kerajaan jawa-hindu berlangsung dari abad kedelapan sampai awal abad keenam belas dan dibagi menjadi dua bagian yaitu kerajaan jawa tengah dan kerajaan jawa timur.
Hinduisme yang sampai ke jawa merupakan satu bentuk Syivaisme, namun karena kekurangan data tentang permulaan zaman tersebut maka sulitlah untuk mengetahui semacam syivaisme manakah itu.Ada bukti bahwa Buddhisme pun dating ke Jawa dalam beberapa dawarsa terakhri abad ketujuh.
Jelaslah bahwa pulau Jawa pada berbagai zaman telah kerasukan agama yang berlainan : adapun agama islam telah menjadi agama yang terkemuka di Jawa selama 350 tahun terakhir.  Meskipun terjadi perubahan-perubahan tersebut, sebagian besar penduduk Jawa.
Kepercayaan kaum santri dengan kaum abangan berbeda yaitu jika dilihat dari berbagai segi. Diantara para santri perhatian terhadap ajaran agama Islam hamper seluruhnya mengatasi segi-segi upacaranya. Bagi para santri, arti pentingnya bukan saja terletak pada pada pengetahuan tentang seluk beluk upacara yang dilakukan oleh kepercayaan kaum abangan tetapi dilakukan dengan cara terutama melaksanakan shalat lima kali dalam sehari, puasa, sedekah, dll. Tetapi juga penerapan ajaran syari’at islam dalam kehidupan.
Para santi juga bersih keras mereka adalah muslim sejati, dan keterikatan mereka kepada agama islam menguasai sebagian besar kehidupannya. Sikap itu terwujud dan mudah diketahui dalam pengamalan syariat.
Tapatnya, para santri lebih memperhatikan ajaran Islam dibandingkan upacaranya, sementara para abangan menekankan perincian upacara ritual.Mereka menenggang berbagai kepercayaan agama, karena mereka berpendapat bahwa “ada banyak jalan sedangkan hanya ada satu kebenaran”.
Iman dan amal sholeh melakukan shalat sehari-hari dan shalat jumat terbatas pada diri santri. Para abangan hampir tidak pernah menjalankan shalat lima waktu dan shalat jumat. Dengan kata lain, kebiasaan menjalankan shalat wajib membedakan seorang muslim yang shaleh maupun golongan yang patuh pada syariat islam. Kepercayaan agama lain serta amalan manapun juga tidak dapat diterima di dalamnya, dan juga tidak terdapat campuran kedua agama itu. Tepatnya pola ibadah santri menarik garis antara golongan dalam dan golongan luar, antara ummah dan bukan ummah, jelaslah antara santri dan abangan. Keikut –sertaan dalam pola ibadah ini menunjukkan kesadaran warga umatislam, yaitu paguyuban santri.
3.      Peran Pesantren dan Santri Menghadapi Era Globalisasi.
Pondok pesantren sebagai lembaga dakwah, pengkaderan ulama’, pengembangan imu pengetahuan (khususnya agama) dan pengembangan masyarakat, telah mempunyai saham yang tidak kecil nilanya dalam ikut mendirikan Negara Republik Indonesia ini.Banyak ulama’ dan para santri yang gugur dalam memperjuangkannya.
Menjelang era tinggal landas dan menyongsong era globalisasi, ulama’ dan pesantren perlu ditingkatkan peran sertanya dalam pembangunan manusia Indonesia seutuhnya tetap lestari, bahkan berkembang lebih mantap.
Ada beberapa jurus yang dilakukan oleh pesantren dan kaum santri dalam menghadapi era globalisasi sesuai dengan jati dirinya.
Pertama pesantren sebagai lembaga dakwah. Dari proses ini pesantren harus mampu menempatkan dirinya sebagai transformator, motivator, dan innovator. Sebagai transformator, pesantren dituntut untuk bisa, mampu mentransformasikan nilai-nilai agama islam ketengah-tengah masyarakat secara bijaksana. Dan para santri jika mampu menggali dan merumuskan dengan baik, ia akan merupakan pengarah dan sekaligus menjadi materi pembangunan dunia dan bangsa Indonesia menuju perubahan kearah masa depan yang lebih cemerlang. Sebagai motivator dan inovator pesantren, ulama’ dan kaum santri harus memberi rangsangan ke arah yang lebih maju, terutama bagi kualitas hidup bangsa, karena dalam kamus islam tidak dikenal adanya langkah mundur.
Kedua pesantren sebagai lembaga perkaderan ulama’.Tugas ini sangat luhur dan tetap relavan pada tiap waktu dan tempat. Dan ulama’ merupakan panutan yang mempunyai kedudukan yang amat strategis dalam menggerakan masyarakat , maka pesantren yang  merupakan tempat perkaderan ulama juga mempunyai posisi yang strategis pula, terutama di Indonesia.
Ketiga pondok pesantren sebagai lembaga pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu agama. Dengan ini pesantren memiliki peluang ntuk menyalurkan kiprahnya kepada masyarakat, apalagi pekerjaan ini merupakan tugas spesifik pondok pesantren yang diteladankan oleh Rasulullah saw.
Keempat pondok pesantren sebagai lembaga pengembangan masyarakat.Pada umunya pondok pesantren hadir ditengah-tengah masyarakat yang keadaanya masih tertinggal.Ketertinggalannya sangatlah relatif, tapi tidak jarang kehadiran pesantren membawa perkembangan dibidang sosial dan kesejahteraan masyarakat.Dan jurus ini untuk menghadapi dalam era globalisasi.



















BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN
Santri adalah orang yang belajar di sekolah agama (pesantren).Banyak faktor sosial, budaya, ekonomi dan politik yang telah mempengaruhi pertumbuhan golongan kaum santri.Khususnya struktur pengislaman serta kelonggaran yang diberikan kepada adat lama yang telah meratakan jalan bagi terjadinya golongan kaum santri.Sementara sebagian orang jawa beragama islam, terdapat variasi yang sangat luas dalam pengalaman agamanya.
Cirinya golongan kaum santri itu dapat dilihat dalam segi mengenai ajaran dan soal-soal organisasi sosial, diantaranya kaum santri perhatian terhadap ajaran agama islam dalam kehidupannya.
Dalam hal organisasi sosial, Islam dipandang oleh golongan santri sebagai rangkaian lingkaran-lingkaran sosial yang meningkat dari setiap pribadi sampai suatu ummah(umat) dan  bahkan keseluruh dunia islam.
Ada beberapa kepercayaan dan adat istiadat asli yang berangsur-angsur tersingkir sepanjang perjalanan zaman, tetapi banyak diantaranya tetap seperti dahulu.Itulah sebabnya keberadaan golongan kaum santri dan abangan merupakan faktor yang tak dapat ditinggalkan dalam masyarakat muslimin jawa.
Meskipun orang santri dan abangan memainkan peranan politik yang semakin penting di Jawa, maka persaingan antara kekuatan politik islam berupa santri dengan kekuasaan politik non-religious berupa abangan menjadi salah satu faktor penentu bagi sejarah sosial dan politik Jawa di Negara Indonesia merdeka.









DAFTAR PUSTAKA
Zaini Muchtarom.2002.Islam di Jawa dalam perspektif Santri dan Abangan.jakarta:Salemba Diniyah.
KH Drs A.Zaini Wahid, SH.1995.Dunia pemikiran kaum santri.LKPSM NU DIY.
Mark R. Woodward diterjemahkan Hairus salim HS.1999.Islam Jawa kesalehan normative versus kebatinan.yogyakarta:LKis Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar