PENGERTIAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN
ULUM AL-QUR’AN
Makalah
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu : Bapak Mundhir
Disusun Oleh :
Sani Atuzzulfa (1604026016)
Ahmad Syariful Hidayat (1604026021)
Iksan Maulana (1604026038)
FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGOSEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur’an adalah sumber hukum Islam
yang pertama dan yang paling utama. Sebagai umat Islam, kita hendaknya dapat
memahami kandungan Al-Qur’an, mulai dari huruf-hurufnya, bab-babnya,
surat-suratnya serta ayat-ayatnya yang sama di seluruh dunia.
Ulumul Qur’an merupakan salah satu
jalan yang bisa membawa kita dalam memahami kandungan al-Qur’an. Mempelajari kandungan
al-Qur’an akan menambah perbendaharaan baru, memperluas pandangan dan
pengetahuan, serta meningkatkan perspektif baru. Lebih jauh lagi, kita akan
lebih yakin akan keunikan isinya yang menunjukkan betapa Maha Besarnya Allah
sebagai penciptanya.
Al-Qur’an diturunkan kepada Rasulullah
SAW melalui perantara malaikat Jibril dalam bahasa Arab. Oleh karena itu, ada
anggapan bahwa setiap orang yang mengerti bahasa Arab, pasti dapat mengerti isi
al-Qur’an. Lebih dari itu, ada orang yang menafsirkan al-Qur’an dengan bantuan
terjemahannya, sekalipun ia tidak mengerti bahasa Arab. Padahal, orang Arab
sendiri banyak yang tidak mengerti kandungan al-Qur’an. Oleh karena itu, agar
kita dapat mengerti kandungan-kandungan dalam al-Qur’an, sudah seharusnya kita
mempelajari Ulumul Qur’an.
Sebelum mempelajari berbagai ilmu
yang terdapat dalam Ulumul Qur’an, seperti ilmu tafsir, ilmu qira’at, ilmu
rasmil Qur’an dan seterusnya, kita hendaknya mengetahui pengertian serta
sejarahpertumbuhan dan perkembangan Ulumul Qur’an tersebut yang akan dibahas
secara rinci pada bab-bab selanjutnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian Ulumul Qur’an?
2.
Bagaimana sejarah perkembangan Ulumul Qur’an?
C.
Tujuan
1.
Menjelaskan pengertian Ulumul Qur’an.
2.
Menjelaskan sejarah perkembangan Ulumul Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ulumul Qur’an
Istilah ulum
al-Qur’an, secara etimologis merupakan gabungan dari dua kata bahasa Arab
yaitu ulum dan al-Qur’an. Kata ulum adalah bentuk jamak
dari kata ‘ilm yang merupakan bentuk mashdar dari kata ‘alima,
ya’lamu yang berarti mengetahui.Kata ‘ilm semakna dengan ma’rifah
yang berarti pengetahuan. Sedangkan ulum berarti sejumlah pengetahuan.
Sedangkan
menurut istilah, al-Qur’an adalah firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW,
yang memiliki kemukjizatan lafald, membacanya bernilai ibadah, diriwayatkan
secara mutawatir, yang tertulis dalam mushaf, dimulai dengan surat al-Fatihah
dan diakhiri dengan surat an- Nass.
Berdasarkan
pengertian ulum dan al-Qur’an yang telah dikemukakan di atas,
maka ulum yang disandarkan kepada al-Qur’an memberikan pengertian
bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan
al-Qur’an.
Secara
terminologis ulum a-Qur’an didefinisikan oleh para pakar di bidang ini
dengan sangat beragam. Ulum al-Qur’an menurut Manna al-Qattan adalah
ilmu yang mencakup pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan al-Qur’an dari
segi sebab turunnya, pengumpulan dan urutan-urutannya, pengetahuan tentang
ayat-ayat Makiyyah dan Madaniyyah, nasikh dan mansukh, muhkam dan
mutasyabih, dan hal-hal lain yang terkait dengan al-Qur’an.
Al-Zarqani
mendefinisikan berbeda dengan al-Qattan, bahwa ulum al-Qur’an adalah
beberapa pembahasan yang berhubungan dengan al-Qur’an dari segi turunnya,
susunannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, tafsirnya, susunannya,
pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, tafsirnya, kemukjizatannya, nasikh dan
manshuknya, penolakan dari hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya
dan sebagainya.
Dengan
demikian, ulum al-Qur’an adalah sejumlah ilmu pengetahuan yang secara
khusus membahas tentang al-Qur’an dari berbagai aspeknya.[1]
B.
Sejarah PerkembanganUlum al-Qur’an
Sebagai ilmu
pengetahuan yang berdiri sendiri, ulum al-Qur’an tidak lahir sekaligus,
melainkan melalui proses pertumbuhan dan perkembangan. Istilah ulum
al-Qur’an itu tidak dikenal pada masa pertumbuhan Islam. Istilah ini muncul
pada abad ke-3, namun menurut sebagian ulama’ istilah ini lahir sebagai ilmu
yang berdiri sejak abad ke-5. Karena ulum
al-Qur’andalam arti, sejumlah ilmu yang membahas tentang al-Qur’an , baru
muncul dalam karya Ali bin Ibrahimal-Hufry berjudul al-Burhan fi ulum al-Qur’an.
Pada masa
Rasulullah SAW, hingga masa khalifahan Abu Bakar ash-Shiddiq r.a (12H - 13H) dan Umar bin al-Khattab r.a (13H – 23H), ilmu
al-Qur’an masih diriwayatkan secara lisan. Rasulullah SAW tidak mengizinkan
mereka menuliskan sesuatu dari dia selain al-Qur’an, karena khawatir al-Qur’an
akan tercampur dengan yang lain, sekalipun itu Rasulullah SAW mengizinkan
kepada sebagian sahabat untuk menulis hadits, tetapi hal yang berhubungan
dengan al-Qur’an tetap didasarkan pada riwayat yang melalui petunjuk di zaman
Rasulullah SAW.[2]
Ketika zaman
Abu bakar Ash-Shiddiq r.a ayat-ayat al-Qur’an masih tercecer pada berbagai
lembaran kulit dan daun, tulang-tulang unta dan kambing yang kering, atau pada
pelepah kurma. Kemudian Abu Bakar Ash-shiddiq r.a memerintahkan pengumpulannya
menjadi sebuah naskah. Juga naskah al-Qur’an yang tertulis pada
lembaran-lembaran kulit yang terdapat di dalam rumah Rasulullah SAW saat itu
masih dalam keadaan terpisah-pisah, kemudian dikumpulkan oleh para sahabat,
lalu diikatnya dengan tali agar tidak ada yang hilang.[3]
Ketika zaman
khalifah Ustman bin Affan, dimana orang Arab mulai berguru dengan orang-orang
non Arab, pada saat itu Ustman bin Affan memerintahkan supaya kaum muslimin
berpegang pada mushaf induk. Ustman juga mengirim mushaf kepada beberapa daerah sebagai pegangan.
Khalifah ustman
memerintahkan supaya semua catatan tentang ayat-ayat al-Qur’an atau mushaf lain
yang bertebaran di kalangan muslimin segera dibakar.[4]
Pada masa Ali
bin Abi Thalib r.a, (35H – 40H) telah diperintahkan Abu al-Aswad al-Duali untuk
meletakkan kaedah-kaedah bahasa Arab, usaha yang dilakukan Ali r.a tersebut,
dipandang sebagai peletakkan dasar ilmu i’rab
al-Qur’an.
Adapun
tokoh-tokoh yang berjasa dalam menyebarkan ulum
al-Qur’anmelalui periwayatannya yaitu:
1. Khulafaur Rosyidin, Ibn Abbas, Ibn
Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Ubai bin Ka’ab, Abu Musa Al-Asyary, dan Abdullah bin
Zubair. Merekadarigolongansahabat.
2. Mujahid, ‘Ata’,
Ikrimah, Qatadah, Hasan Basri, Said bin Jubair, dan Zaid bin Aslam. Mereka golongan
Tabi’in dari Madinah.
3. Malik bin Anas, dari Tabi’i Tabi’in, beliau memperoleh
ilmunya dari Zaid bin Aslam.
Tokoh-tokoh ini
di anggap orang-orang yang meletakkan dasar ilmu
tafsir, ilmu asbab al-nuzul, ilmu nasikh dan mansukh, ilmu gharib al-Qur’an,dll.
Perkembangan
ulum alQur’an pada abad pertama sampai
abad ke empat, para tokohnya membahas cabang-cabang ulum al-Qur’an, secara terpisah-pisah. Selanjutnya, padaabad ke-5
muncul Ali bin Ibrahim bin Sa’id al-Hufiy yang menghimpun bagian-bagian dari ulum al-Qur’an dalam karyanya al-burhan filulumilqur’an didalamnya membahas
al-Qur’an menurut urutan-urutan surat dalam mushaf. Selanjutnya beliau menguraikannya
dengan tinjauan al-nahwu dan al-lughah. Kemudian men-syarah-nya dengan tafsir bilmatsur
dan tafsir al-ma’qul.
Pada abad ke-6, Ibn
al-Jauziy menyusun kitab Funun al-Afnan
fi Ulum al-Qur’an dan kitab al-Mujtaba
fi Ulum Tata’allaq bi al-Qur’an. Pada abad ke-7, Alamuddin
al-Sakhwawiy dengan kitabnya Jammal
al-Qurra’ wa Kamal al-Iqra’ kemudian Abu Syamah dengan kitab al-Mursyid al-Wajid fi ma Yata’allaq bi
al-Qur’an al-Aziz. Pada abad ke-8, al-Zarkasyi menyusun kitab al-Burhan fi Ulum al-Qur’an. Pada abad ke-9, Jalal
al-Din al-Bulqiny menyusun kitab Mawaqi’ al-Ulum
fi Mawaqi’ al-Nujum, setelah beliau wafat seolah-olah perkembangan ulum al-Qur’an telah mencapai puncaknya.
Sehingga tidak terlihat penulis-penulis seperti al-Sayutiy karena adanya taqlid di
kalangan umat Islam, yang dalam sejarahnya berlangsung setelah masa al-Sayutiy awal abad
ke-10 sampai ke-13.
Pada abad ke-13 H sampai saat ini, perhatian ulama’ terhadap ulum al-Qur’an bangkit kembali. Pada masa
ini pembahasan dan pengkajian al-Qur’an tidak hanya terbatas pada cabang-cabang
ulum al-Qur’an melainkan perkembangan,
misalnya penerjemahan al-Qur’an kedalam bahasa asing.[5]
Penghujung
abad ke 14 H, para Ulama’ al-Qur’an dalam menyusun kitab-kitab tentang ilmu
al-Qur’an dari berbagai segi bangkit kembali setelah tertidur beberapa waktu
lamanya. Di antara Ulama’ yang bergerak dalam bidang Ulum al-Qur’an pada abad
ini adalah:
1. Jamal ad-Din al-Qasimi (wft.1332H.) menyusun
mahasin at-Ta’wil.
2. Tharir al Jazai-iri (1335H) menyusun buku
at Tibyan.
3. Muhammad Abdii Adhim az Zarqani menyusun
buku Manahil al Irfan (2 jilid).
4. Muhammad Ali Salamah menyusun buku Manhaj
al-Furqan.
5. Thanthawi al Jauhar menyusun buku Al
JAwahir fi Tafsir al Qur’an.
6. Muhammad
shaddiq ar Rifai menyusun buku I’jaz al-Qur’an.
7. Musthfa al-Maraghi menyusun buku Tafsir al
Maraghi.
8. Sayyid Qutub menyusun buku fi Dilal
al-Qur’an.
9. Muhammad Rasyid Ridla menyusun buku Tafsir
al-Qur’an.
10. Dr. Muhammad Abdullah Darraz dengan bukunya
an Naba’al Nadhim dan Dhaahrah Jadidah fi al-Qur’an.
11. Malik ibn Nabi dengan bukunya adz-Dhahirah al-Qur’aniyyah.
12. Muhammad al-Ghazali dengan bukunya Nadhiroh fi al-Qur’an.
13. Dr. Subkhi ash Shalih dengan bukunya Mabahist fi al-Qur’annya.
14. Muhammad al-Mubarok yang menyusun buku al-Manhal al Khalid.[6]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ulum al-Qur’an
menurut Manna al-Qattan adalah ilmu yang mencakup pembahasan-pembahasan yang
berhubungan dengan al-Qur’an dari segi sebab turunnya, pengumpulan dan
urutan-urutannya, pengetahuan tentang ayat-ayat Makiyyah dan Madaniyyah,
nasikh dan mansukh, muhkam dan mutasyabih, dan hal-hal lain
yang terkait dengan al-Qur’an.
Pada zaman
Rasulullah SAW al-Qur’an itu diriwayatkan secara lisan sedangkan Abu Bakar itu
dengan cara mengumpulkan untuk dijadikan satu naskah, pada masa ini ayat-ayat
al-Qur’an masih tercecer, ada yang di tulang-tulang dan lembaran kulit hewan
yang sudah kering, dan ada yang di pelepah kurma.
Ketika zaman
khalifah Ustman bin Affan, dimana orang Arab mulai berguru dengan orang-orang
non Arab, pada saat itu Ustman bin Affan memerintahkan supaya kaum muslimin
berpegang pada mushaf induk dan membakar mushaf lain dibakar.
Ustman juga mengirim mushaf kepada beberapa daerah sebagai pegangan.
Pada masa Ali
bin Abi Thalib r.a, (35H – 40H) telah diperintahkan Abu al-Aswad al-Duali untuk
meletakkan kaedah-kaedah bahasa Arab, usaha yang dilakukan Ali r.a tersebut,
dipandang sebagai peletakkan dasar ilmu i’rab
al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Munawar, Said Agil Husin. 2002. Al-Qur’an
Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Jakarta: Ciputat Pers.
As-Shalih, Subhi.2011.Membahas
ilmu-ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus.
AS, Mudzakir. 2012. Manna’ Khalil al-Qathan Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Bogor:
Pustaka Litera Antarnusa.
Syakur.
2007. Ulum al-Qur’an. Semarang:PKPI-FAI
unwahas semarang.
[1]Said Agil Husin
Al Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, (Jakarta:
Ciputat Pers, 2002), hlm 4-6.
[2]Said Agil Husin
Al Munawar, Ibid, hlm 8.
[3]Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu al-Qur’an, (Pejaten barat:
Pustaka Firdaus, 2011), hlm. 93
[6] M.Syakur Sf. Ulum
al-Qur’an. (Semarang: PKPI2-FAI Universitas Wahid Hasyim semarang, 2007), hlm 28-29.
Maturnuwun ,buku saya telah dikutip
BalasHapusNjih pak, sangat bermanfaat sekali. di tunggu karya - karyanya
BalasHapus