Administrasi
Politik dan Kondisi Sosial Pada Dinasti Umayyah
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata kuliah: Sejarah
Peradaban Islam
Dosen pengampu:
Disusun oleh:
1. Ahmad
Syariful Hidayat (1604026021)
FAKULTAS USHULUDDIN DAN
HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI WALISONGO SEMARANG
2016/2017
v Administrasi Politik dan Kondisi Sosial Pada Masa
Dinasti Abbasiyah
# Administrasi Pemerintahan dan Militer
Secara umum, ada kesamaan antara Dinasti Umayyah dan
Dinasti Abbasiyah dalam hal pembagian wilayah administrasi. Kerajaan dibagi ke
dalam beberapa provinsi, sesuai dengan pembagian pada masa Imperium Bizantium
dan Persia. Provinsi-provinsi itu adalah: 1. Suriah-Palestina, 2. Kufah
termasuk Iraq, 3. Bashrah, yang meliputi persia, sijistan, khurasan, Bahrain,
Oman, dan Yamamah, 4. Armenia, 5. Hijaz, 6. Karman dan wilayah perbatasan
India, 7. Mesir, 8. Afrika Kecil, 9. Yaman dan kawasan Arab Selatan. Secara
bertahap beberapa provinsi digabung, sehingga tersisa lima provinsiyang
masing-masing diperintah oleh wakil khalifah. Muawiyah menggabungkan Bashrah
dan Kufah di bawah satu pemerintahan, yaitu Iraq, yang meliputi Persia dan Arab
bagian Timur, dengan Kufah sebagai ibu kotanya. Pemerintahan di Iraq memiliki
wakil gubernur di Khurasan dan Transoxiana-biasanya tinggal Marw-Sind, dan
Punjab.
Pemerintah memiliki tiga tugas utama yang meliputi
pengatuaran administrasi publik, pengumpulan pajak, dan pengaturan
urusan-urusan keagamaan. Ketiga tugas itu secara teoritis dikendalikan oleh
tiga orang penjabat berbeda. Wakil khalifah mengangkat langsung amil
(agen, petugas administrasi) untuk sebuah distrik tertentu, dan menyampaikan nama mereka kepada khalifah.pada
pemerintahan Hisyam (724-743). Pada awalnya penguasa provinsi benar-benar
memperhatikan administrasi keuangan mereka, tetapi lama –kelamaan mereka
semakin lalai, sehingga khalifah merasa perlu untuk mengirim petugas khusus.
Sumber utama pemasukan negara sama saja dengan sumber
pendapatan pada masa Khulafaur Rasyidin, yaitu pajak. Di setiap provinsi, semua
biaya untuk urusan administrasi lokal, belanja tahunan negara, gaji pasukan,
dan berbagai bentuk layanan masyarakat dipenuhi dari pemasukan lokal, dan
sisanya dimasukan ke dalam kas negara.
Lembaga peradilan dipegang oleh orang islam, sedangkan
semua kalangan non muslim mendapatkan otonomi hukum di bawah kebijakan
masing-masing pemimpin agama mereka. Gubernur menetapkan dan memilih para
pejabat pengadilan. Di bawah kepemimpinan Abbasiyah, khalifah sering langsung
turun tangan mengangkat pejabat pengadilan. Hakim-hakim yang dipilih berasal
dari kalangan faqih, yaitu ulama yang memperdalam Al-qur’an dan Hadist.
Di samping memutuskan berbagai perkara, mereka juga mengatur instusi wakaf,
harta anak yatim, dan orang cacat mental.
Dalam organisasi militer, tentara Umayyah secara umum
dirancang mengikuti struktur organisasi tentara Bizantium. Kesatuannya dibagi
ke dalam lima kelompok: tengah, dua sayap, depan, dan belakang, sedangkan
formasi pasukan mengikuti pola lama. Formasi ini terus dipakai oleh hingga masa
khalifah terakhir, Marwan II (744-750), yang meninggalkan pola lama dan
memperkenalkan satu unit pasukan baru yang disebut kurdus (legiun).
Penampilan dan perlengkapan perang pasukan Arab dengan pasukan Yunani sulit
untuk dibedakan. Pada dasarnya, senjata yang mereka gunakan sama. Pasukan
berkuda menggunakan pelana kuda yang datar dan bundar, mirip dengan kini
digunakan di Timur dekat. Perlengkapan artileri berat berdiri atas pelempar (arradah),
pelontar (manjaniq), dan pendobrak (kabsy). Peralatan berat
dan artileri pengepungan semacam itu, juga seluruh muatan lainnya dibawa oleh
beberapa ekor unta yang berbaris di belakang pasukan.
Angkatan laut arab juga meniru angkatan laut,
Bizantium. Unit tempur ditempatkan di atas kapal berbadan besar dengan jumlah
tempat duduk paling sedikit untuk 25 orang di duaa dek bagian bawah.
Masing-masing tempat duduk diisi dua orang, dan seluruh pendayung, lebih dari
100 orang, dipersenjatai, sedangkan tentara yang terlatih dalam pertempuran ditempatkan
di dek paling atas.
# Kehidupan Keluarga Istana
Pada malam tiba, para khalifah menikmati liburan dan
jamuan sosial. Muawiyah sangat suka mendengar kisah sejarah, anekdot. Terutama
dari Arab Selatan dan pembacaan puisi. Untuk memuaskan kegemarannya, ia
mendatangkan seorang ahli cerita dari Yaman, Abid ibn Syaryah, yang
menghibur khalifah sepanjang malam dengan kisah-kisah kepahlawanan masa lalu.
Minumannyang paling disukai adalah sirup buah, yang sering menjadi tema-tema
lagu Arab dan hingga kini masih bisa dinikmati di Damaskus, dan kota-kota timur
lainnya. Minuman itu biasanya di minati oleh kaum wanita.
Diantara aktivitas masa silam yang menarik minat para
khalifah dan para pengiringnya adalah berburu, balapan kuda, dan dadu. Kesukaan
yang sangat populer pada saat itu adalah sabung ayam. Berburu merupakan
olahraga favorit yang pertama kali dikembangkan di Arab, dengan menggunakan
anjing saluki (Saluqi, dari Saluq di Yaman). Legenda menyebutkan bahwa Kulayb
ibn Rabi’ah pahlawan perang Basus, adalah orang arab yang pertama yang
menggunakan chettah dalm berburu. Orang Persia dan India terus melatih
hewannya itu lama sebelum orang Arab menggunakannya untuk berburu.Yazid I
merupakan pemburu muslim pertama yang terkenal, dan orang pertama yang melatih
chettah untuk naik di atas punggung kuda. Dia menghiasi anjing-anjingnya dengan
gelang dan emas, dan setiap anjing dirawat khusus oleh budak terlatih. Balapan
kuda sangat populer di kalangan keluarga Umayyah. Al-walid, putra Abd bin
Malik, adalah orang pertama yang membangun arena balap kuda dan mensponsori
penyelenggaraan balapan kuda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar